SISTEMATIK
UUD 45
PANCASILA
( 5
Sila yang masih bersifat umum - universal )

ditransformasi «)
oleh
para pendiri-negara
menjadi
:
EMPAT
POKOK PIKIRAN (4-PP)
(≡
Pancasila yang secara khusus diproyeksikan

![]() ![]() ![]()
4-PP
secara berurutan
(I, II, III, IV)
ditransformasi menjadi
4 FUNGSI-NEGARA
dengan urutan yang sama (sehingga PP-1 berpadanan
dengan FN-1, dan seterusnya)
|
|
waktu-2
TIAP PP
ditransformasi menjadi
satu atau suatu rakitan (a set-of)
KETENTUAN HUKUM
![]() |


didasarkan pada wewenang dan
menempuh prosedur yang dideduksi
««) dari
Pasal yang bersangkutan dalam UUD 45.
|
berwujud keputusan
politik dari : MPR (TAP), atau DPR (UU), atau Presiden (PP,KEPRES, INPRES)
|

«) Per
definisi, ‘transformasi’ adalah: perubahan bentuk atau tampilan ke luar dari
suatu obyek tanpa terubah nilainya demikian rupa sehingga dapat dipakai untuk
penggunaan baru.
««) Per
definisi, ‘deduksi’ adalah: penalaran dari hal yang umum ke yang partikular;
juga mengandung ‘penarikan ke luar’ apa yang terkandung di dalam suatu premis.
Yogya
Bangsa ini merdeka tak
hanya melalui perang, tapi juga peran pemuda.

Imam Yudotomo, pakar
sosialisme Indonesia sekaligus anak salah satu anggota kelompok Pathuk.
Hadi Suprapto,
Erick Tanjung (Yogyakarta) | Sabtu, 10 November 2012, 20:10 WIB
VIVAnews - Sudah 67
tahun Indonesia merdeka, selama itu pula banyak pahlawan yang luput dikenang.
Bangsa ini merdeka tidak hanya melalui perjuangan bersenjata, tapi juga peran
pemuda terpelajar. Mereka pemberani dan bersemangat besar mewujudkan
kemerdekaan bangsa.
Salah satunya, adalah
sekelompok pemuda terpelajar yang dikenal sebagai Kelompok Pathuk. Kelompok ini
pada masa penjajahan Jepang tahun 1942 hingga zaman kemerdekaan selalu
berkumpul di kampung Pathuk, di sisi barat Jalan Malioboro, Yogyakarta.
Pegiat dan pakar
sosialisme yang juga anak salah satu anggota kelompok Pathuk, Imam Yudotomo,
dalam perbincangan dengan VIVAnews menceritakan, kelompok Pathuk ini adalah
"gerakan bawah tanah yang dipimpin oleh Bung Sjahrir yang menolak
bekerjasama dengan Jepang".
Berbeda dengan gerakan
bersenjata, Sjahrir dengan kelompok Pathuk kala itu berpandangan bahwa bangsa
Indonesia sebentar lagi akan merdeka dan tidak perlu perang bersenjata melawan
Jepang, sebab yang berkuasa adalah sekutu yang telah menang perang dunia kedua.
Indonesia tidak akan kuat berperang melawan sekutu pada saat itu, karena
kekuatannya sangat besar.
"Menurut Sjahrir
tugas bangsa adalah menyiapkan kader-kader yang akan jalankan tugas negara saat
kemerdekaan datang. Karena itu, Sjahrir membuat jaringan di seluruh Indonesia.
Jaringannya pemuda-pemuda yang memiliki kekuasaan di sektor penting,
telekomunikasi, buruh kereta, dan sebagainya,” kata Imam Yudotomo di rumahnya, Yogyakarta, Sabtu 10 November 2012.
Ia menuturkan, Bung
Sjahrir memiliki janringan di beberapa kota di Indonesia. Di Surabaya Sjahrir
memiliki jaringan pemuda bernama Johan Syahrusah. Johan memiliki kontak di
Semarang, bernama Tobing dan Sunjono yang bekerja di Pusat Telekomunikasi. Dari
Tobing inilah, Sunjoyo di Yogyakarta membuat Kelompok Pathuk yang beranggotakan
KRT Yosodiningrat (yang lalu diangkat menjadi wakil menhan), Umar Joy, Dayino,
Muhammad Tohib (ayah Imam Yudotomo), dan Sjam Kamaruzzaman (salah satu tokoh
paling kontroversi dan misterius dalam gerakan Partai Komunis Indonesia).
“Sjam kala itu masih sangat
muda. Kalau diskusi, duduknya paling pojok, hanya dengerin dan nggak pernah
bicara,” kata Imam Yudhotomo.
Di sisi lain, pada
saat itu Soeharto (mantan presiden), adalah Komandan Batalyon X. Dan Sunjoyo
adalah seorang pemuda pemberani, yang memimpin penculikan terhadap sejumlah
pemuda yang menjadi antek-antek Jepang. Pemuda-pemuda pribumi yang menjadi
pengikut Jepang itu diculik dan dibawa ke Pleret untuk ditelanjangi dan dipaksa
berjalan pulang untuk memberi pelajaran.
"Kedekatan
Soeharto dengan kelompok Pathuk ketika Sunjoyo memimpin perebutan 26 pucuk
senjata milik Pustel dan kemudian diserahkan kepada Soeharto selaku komanda
Batalyon X. Ini yang membuat Kelompok Pathuk dikenal sebagai kelompok yang
melahirkan orang-orang kontroversial dalam perjuangan bangsa,” kata Imam.
Pada saat Kemerdekaan
Agustus 1945, istana negara Gedung Agung Yogyakarta masih dikuasai Jepang. Dan
pertengahan September 1945, Kelompok Pathuk memimpin pengibaran bendera merah
putih untuk pertama kalinya di Yogyakarta.
Kala itu yang bertugas
mengibarkan bendera, ada pelukis terkenal Indonesia, Rusli. Sementara di istana
negara itu masih banyak tentara Jepang yang berjaga-jaga. Namun, atas kedekatan
Sunjoyo dengan Soeharto, Presiden RI kedua itu menjamin keamanan kelompok
Pathuk dari tentara Jepang kala itu.
“Itulah peran penting
kelompok Pathuk dalam perjuangan kemerdekaan yang jarang ketahui,” ujarnya.
Di kemudian hari, para
aktivis Pathuk banyak berpindah ke Jakarta. Sunjoyo, di kemudian hari dituduh
terlibat dalam gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan
kemudian melarikan diri ke Belanda. Setelah Soeharto berkuasa, dia pulang dan
bergabung dengan Orde Baru.
Dalam perkembangannya,
Sunjoyo diangkat sebagai penasehat spiritual Soeharto dan mendirikan padepokan
di Gunung Lawu. Di akhir hayatnya, dengan menggunakan helikopter, jenazah
Sunjoyo dibawa oleh Soeharto untuk dimakamkan di Jakarta. “Sejak di Pathuk, dia punya pengaruh yang kuat
pada Soeharto,” katanya.
Comments
Post a Comment